KALTIMNEWS.CO, Hari terakhir pendaftaran Bakal Calon Walikota Samarinda, Kamis (29/8/2024) kemarin, menyisihkan hanya satu pasangan calon yakni petahana Andi Harun yang berpasangan dengan Saefudin Zuhri yang diusung oleh sebelas partai politik, Seperti Gerindra, Partai Nasdem, PDIP, PKS, PAN, Demokrat, Partai Gelora, dan PPP, serta Partai Golkar, PSI, PKB.
Dengan demikian tersisa setidaknya tujuh partai politik non parlemen yang belum memberi kepastian. Ke tujuh parpol non parlemen tersebut yakni Partai Hanura (5.948 Suara Sah), Partai Garuda (1.074), Partai Kebangkitan Nusantara (1.068), Partai Perindo (3.897), Partai Bulan Bintang (2.237), Partai Umat (2.007), serta Partai Buruh (1.914).
Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat kepada media ini mengatakan bahwa berdasarkan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, bahwa jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) terakhir di Samarinda yakni sebesar 604.420 suara sah.
“Sementara syarat bagi pasangan calon kepala daerah harus mendapatkan minimal 7,5 persen jumlah suara sah alias sebesar 33.456 jumlah suara sah partai politik atau gabungan partai politik di Samarinda. “Namun jika dilihat dari kompilasi jumlah suara partai non parlemen tersebut hanya berjumlah 18.145 suara sah yang dikantongi, hal ini tentunya sangat kurang dari jumlah yang diharapkan untuk mengusung salah satu pasangan calon,” ucap Firman.
Gerbong raksasa ini tentunya membawa KPU Kota Samarinda untuk melakukan penambahan waktu pendaftaran selam 3 hari kedepan. Hal ini merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan Pilkada menyebutkan:
“Dalam hal sampai dengan akhir masa pendaftaran Pasangan calon hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota memperpanjang masa pendaftaran Pasangan Calon paling lama 3 (tiga) hari”.
Sebenarnya fenomena calon tunggal adalah hal yang konstitusional di Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100/PUU-XIII/2015 dinilai sejalan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar, sebagaimana interpretasi hakim MK atas legalitas fenomena calon tunggal di Indonesia.
Untuk mempertegas landasan konstitusi calon tunggal, dalam putusan MK tersebut menyebutkan calon tunggal bagian dari perwujudan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Meski keberadaan calon tunggal telah dinyatakan konstitusional dan dijamin dalam Konstitusi dan Undang-undang, akan tetapi bukan berarti hal demikian menjadi hal yang wajar dan lumrah.
Harus diketahui alasan yang melatar belakangi adanya fenomena tersebut.
“Ada beberapa gejala mengapa fenomena calon tunggal terus meningkat di Indonesia, yaitu turunnya kepercayaan publik terhadap partai politik, biaya politik yang begitu tinggi, dan menghindari resiko kekalahan. Meskipun secara empirik fenomena calon tunggal adalah bukti demokrasi empirik yang terjadi di masyarakat dan menjadi fenomena di luar dugaan atas perkembangan demokrasi di Indonesia,” ujar Muhammad Jamal Amin, Pengamat Politik Univestitas Mulawarman kepada Kaltimnews.co, Kamis (29/8/2024) malam.
Fenomena calon tunggal dalam pilkada ibarat pandemi yang terus menjalar dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut ditengarai lantaran tak adanya duel visi misi pada proses kampanye yang bisa memberikan kualitas preferensi bagi masyarakat untuk memilih. “Selain itu, masyarakat juga tidak bisa membandingkan kualitas calon satu dengan calon yang lainnya sehingga berdampak pada kualitas pemerintahan kedepannya,” ucapnya.
Disisi lain dengan kehadiran calon tunggal secara tidak langsung melahirkan tingkat kepercayaan publik terhadap parpol akan terus menurun. Dalam hal ini Parpol juga dinilai gagal dalam menciptakan kaderiasi calon pempimpin untuk bertarung dilaga layaknya pilkada.
“Sejatinya Partai harus menjadi checks and balances system ketatanegaraan khususnya pilkada, jika kemudian partai itu berkumpul menjadi satu kesatuan dalam mendukung satu pasangan calon maka secara tidak langsung dinamika tersebut direspon oleh masyarakat dengan sangat alami dalam menimbukan ketidak percayaan di partai politik. Padahal jika diperhatikan Proses check and balances system inilah yang akan membuat roda pemerintahan berjalan dengan efektif dan efisien dan sejalan dengan semangat berdemokrasi di Indonesia, disisi lain secara tidak langsung masyarakat meniai jika parpol kemudian terbilang tidak sukses dalam mecipatakan kaderisisi pemimpin,” jelasnya.
Apakah Petahana Andi Harun Bisa Mendapatkan Penatang ?
Pertarungan yang terjadi di Samarinda masih belum usai melainkan baru menjadi awal pilkada 2024, hingga sekarang ini KPU Samarinda harus bekerja keras dalam proses penambahan waktu pendaftaran selama 3 hari kedepan.
Tidak menutup kemungkinan bahwa manuver partai politik layaknya di Banten bisa terjadi di Samarinda.
“Namun hal itu kembali lagi kepada beberapa hal, pertama figure pemimpin yang hendak dimajukan, apakah memupuni melawan sang petahana? Saya pikir sejumlah partai kemudian akan berpikir keras jika harus memajukan calonnya, mengingat elektabilitas Andi Harun sebagai patahana cukup tinggi yakni berada pada angka delapan puluh persen, namun segala kemungkinan masih bisa terjadi,” ucap Muhammad Jamal Amin.
Di Samarinda sendiri kata dia, bukanlah kota yang minim tentang figure calon pemimpin, hal tersebut terbukti jika sebelumnya sejumlah calon kepala daerah sempat dimunculkan kepermukaan untuk melawan sang patahana.
“Namun dibalakang hari dertan partai yang sejatinya diharapkan memucuklan kadernya sebagai salah satu petarung justru terlihat gamang dalam menentukan calonnya melawan sang petahana, malah yang ada kegamangan parpol pemilik kursi di parlemen ini kompak dalam memberikan dukungan penuh pada pasangan Andi Harun dan Saefudin Zuhri,”
“Hal ini tidak bisa ditapik mengingat pertarungan Pilkada juga tidak terlepas dari sejumlah hal penting seperti biaya politik yang begitu tinggi, serta resiko kekalahan yang juga sedemikian, ditambahlagi elektabilitas calon yang diusung nantinya harus berda pada angka rata rata yang bisa mengimbangi karena sang petahana,” ucapnya. (*)