“Saat itu saya merasa benar-benar hancur. Bahkan kehancuran itu membuat saya sempat down (putus asa), karena saat itu dibenak saya semua lini usaha sudah buntu, lantaran sudah tidak punya apa-apa lagi,” lanjutnya.
KALTIMNEWS.CO, Kukar – Nama Bunda Baking Class mungkin sudah tidak asing di telinga warga Tenggarong pada khususnya, yah kelas besutan Lala Setiawan di Tenggarong Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) ini, memang menjadi primadona para ibu-ibu rumah tangga sekarang ini. Sebelum terkenal seperti sekarang Bunda Baking Class awalnya merupakan Bunda Cake Shop namun seiring waktu Lala kemudian melebarkan sayap dan membuka kelas kursus bakery dan aneka kue.
“Bunda Baking Calss (BBC) ini lahir dan hadir pertama kali di wilayah Loa Tebuh 2016 silam, dengan modal ruang tamu yang lumayan sempit saya memberanikan diri untuk membuka kelas, namun ternyata hasilnya diluar dugaan, peminat dari kursus bakery dan kue ini ternyata cukup di gandrungi oran-orang,” ujar Lala memulai ceritanya saat ditemui kaltimnews.co Rabu (10/6/2020) siang.
Perjalanan hidup Lala dalam membuka usahanya itu terbilang cukup menarik, pasalnya usaha yang kini menghasilakan omset jutaan rupiah itu dimulai dari keterpurukan ekonomi yang sempat melanda keluarganya.
Baca Juga :
“Jauh sebelum saya membuka usaha ini, di tahun 2015 hingga 2016 silam, saya dan suami membuka usaha yang kami beri nama “bank sampah etam”, saat itu hampir semua desa di wilayah sekitar menjadi langganan sampah kami, seiring waktu usaha tersebut kemudian menjurus pada bisnis besi tua,” sebutnya.
www.kaltimnews.co / Desain: Arief Kaseng
Bak gayung bersambut usaha yang dirintis bersama sang suami mendulang kesuksesan yang luar biasa, dalam kurun waktu yang sangat singkat Lala dan suami bahkan bisa membeli rumah serta dua kendaraan roda empat, namun sayangnya keberhasilan tersebut tidak bertahan lama, puncaknya di akhir 2017, Lala dan keluarga harus rela melepaskan semua harta benda miliknya lantaran kebangkrutan usaha dari bisnis yang dirintis bersama suaminya itu.
“Sebelumnya saya dan keluarga tinggal di Surabaya, di tahun 2005, kami sekeluarga memutuskan untuk kembali ke Kaltim, tepatnya di lahan kosong milik perusahaan Tanito Harum, oleh perusahaan kami dipinjamkan lahan untuk dibangun gubuk, disana kami bertahan selama kurun waktu yang cukup lama. Empat tahun kemudian kami memutuskan mamulai usaha Bak Sampah Etam, dan dari hasil usaha itulah membuat kami membeli kediaman di wilayah Loa Tebuh, ditambah dengan uang pesangon dari suami kemudain kami mulai ikut dalam dunia bisanis besi tua,” urai ibu dua orang anak ini.
“Kebangkrutan yang kami alami saat itu lantaran harga besi tua yang tiba-tiba mengalami keanjlokan harga. Awalnya harga Rp 5.500 per kilogram (Kg) menjadi Rp 2.000 per Kg nya, parahnya lagi kapal yang mengangkut besi tua kami sudah sandar di pelabuhan Surabaya, belum terjual harga sudah keburu anjlok, disitu saya mengalami syok yang luar biasa, lantaran rumah yang baru saja kami beli bahkan belum sempat kami tempati harus di jual berikut dengan kendaraan roda empat, semua kami relakan hilang,” tuturnya.
“Saat itu saya merasa benar-benar hancur. Bahkan kehancuran itu membuat saya sempat down (putus asa), karena saat itu dibenak saya semua lini usaha sudah buntu, lantaran sudah tidak punya apa-apa lagi,” lanjutnya.
Kebangkrutan Lala dan keluarga justru menjadi tonggak kesuksesannya dalam dunia bakeri, ibarat kata pepatah kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, tepatnya 6 bulan pasca musibah yang menimpanya, Lala yang sebelumnya sempat mengecap sekolah pada bidang bakery di dua sekolah yakni Tristar Surabaya dan Indonesia Patisari School (IPS) di Jakarta kemudian memulai usahanya di bidang kuliner.
“Saya merasa beruntung karena masih memiliki ilmu meskipun hanya terbatas, namun karena ilmu yang saya dapat dari dua sekolah tersebut kemudian membawa saya membuka bisnis rumahan berupa berbagai olahan roti, yang saat itu bernama Bunda Cake Shop,” katanya.
Siapa sangka kehadiran Bunda Cake Shop yang dirintisnya ternyata membawa Lala menadapat panggilan dari sejumlah tempat. “Tepatnya saat menerima panggilan mengajar bakeri di Sekolah Cantika Studio dan salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) di Tenggarong, dari situ saya mulai keliling mengajar. Bukan hanya di dua sekolah itu, melainkan hingga keberbagai pelosok daerah seperti Kota Bangun, Muara Kaman dan berbagai wilayah lainnya, dalam satu bulan bisa sampai tiga kali saya keliling ke berbagai wilayah menalarkan ilmu yang saya miliki,” urai Lala.
Dalam memberikan ilmu, Lala awalnya tidak terlalu mamatok harga. “Harga bervariasi mengikut jenis dan bahan roti serta kue yang akan dibuat, tidak sedikit saya hanya mendapat ganjaran biaya berupa transportasi saja, karena melihat situasi dan kondisi wilayah yang saya tempati mengajar kala itu,” jelasnya.
Disebutkan Lala jika apa yang dilakoninya sekarang ini tidak pernah berbesut dibenaknya. “Tidak pernah bermimpi bisa menjadi tenaga pengajar dibidang ini, bahkan sampai membuka kelas, lantaran awalnya berpikir sekolah bakery hanya untuk jualan semata, namun seiring waktu saya melihat usaha jualan bakery ini cukup di gandrungi oleh sejumlah orang, dari situ saya memutuskan untuk membuka kelas dirumah saya di Loa Tebuh,” beber Lala.
Bemodalkan ruang tamu miliknya, Lala kemudian membuka usaha yang diberi nama Bunda Baking Class (BBC). Masalah kemudian datang, ruang tamu yang digunakan sudah terbilang sempit, ditambah lagi lokasi yang cukup sulit di jangkau serta para peserta yang datang dari luar Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Hal ini membuat Lala kemudian memutar otak untuk segera membuka usahanya di tempat yang baru.
Salah satu hasil produksi aneka roti Bunda Baking Class -- www.kaltimnews.co / Foto: Arief Kaseng
Tidak begitu sulit, hanya butuh beberapa waktu, Lala kemudian mendapatkan lokasi yang baru yakni di Jl Cempaka 1 Depan Asrama Polisi Tenggarong, yang hingga kini ditempatinya untuk dua jenis usahanya yakni BBC dan BCS.
Kehausan Lala akan ilmu pengetahuan tentang dunia bakery kemudian membawanya berhasil menyelesaikan sekolah bakery yang sempat tertunda. diakhir 2019 kemarin dirinya menyelesaikan program studi cooking yang sempat ia tinggalkan lantaran bisnis besi tua yang dilakoni bersama dengansang suami, bahkan dalam menyelesaikan sekolahnya Lala mengaku harus rela merogoh kocek yang mencapai angka puluhan juta rupiah. “Menjadi tenaga pengajar haruslah dengan ilmu yang lebih memupuni, dasar itu kemudian membuat saya untuk menyelesaikan program studi saya yang sempat tertinggal,” katanya.
Kini usaha yang dibangun Lala bisa meraup omset yang jutaaan rupiah, dalam seminggu Lala mengaku membuka kelasnya hanya dua kali dengan jumlah peserta setiap kelas sebanyak 10 orang. “Sengaja saya batasi jumlahnya, karena di BBC ini sistemnya langsung praktek, jadi kalau terlalu banyak peserta khawatirnya materi yang disampaikan malah tidak terserap secara optimal,” sebut Lala.
“Jadi di BBC bukan mengenal nama kursus, melainkan nama Latihan Bareng (Latbar), makanya harga yang kami patok juga sangat cukup terjangkau oleh kaum ibu-ibu yang ingin membuat bahkan memulai usaha di bidang bakery, dan setiap peserta kami sebutnya sebagai member, mereka ini (member) diberikan fasilitas konsultasi gratis,” jelasnya.
Terkait modal usaha, Lala menyebut jika dalam memulai usahanya itu dirinya bahkan tidak terlalu mengeluarkan dana yang sangat besar. “Usaha ini saya bangun dengan modal yang sangat minim, modalnya hanya dua meja dan alat masak yang manual, semua serba sederhana, seperti contoh oven biasa, mixer basic dengan daya muat hanya 1,5 Kg, timbangan pun begitu semuanya serba manual,” tungkasnya (*).