KALTIMNEWS.CO, Samarinda hingga kini masih mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. Perda ini pernah diusulkan pihak DPRD Samarinda di 2018 silam untuk dilakuan perubahan, lantaran didalam Perda 2014 tersebut dinilai menjadi salah satu penghambat sejumlah pelaku usaha property maupun industry di Kota Tepian dalam menjalankan bisnis usaha yang kini sementara berjalan. Demikian yang disebutkan Anggota DPRD Samarinda dari Partai Golkar, Novan Syahronny Pasie, Kamis (2/2/2023) siang.
“Peninjauan Kembali (PK) terhadap Perda tersebut, telah dilakukan dewan samarinda sejak 2018 kemarin, hal ini berangkat dari sejumlah usulan dari pelaku usaha Property maupun industry yang kini merasa terkendala dalam menjalankan roda usahanya di Kota Samarinda,” ujarnya.
Saat ini kata Novan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tersebut masih sementara berproses. Hal tersebut terlihat dari sejumlah usulan yang dilayangkan DPRD Samarinda kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas terkait.
“DPRD Samarinda telah menyampaikan semua masalah ini ke Dinas PUPR bidang tata ruang, dan semuanya itu hingga kini masih berproses, apakah itu nantinya dilakukan kesesauian dengan arahan Kementerian ATR, seperti misalanya melakukan persentase ruang terbuka hijau, dan sejumlah penyesuaian lainnya,” jelas Sekretaris komisi III DPRD Samarinda ini.
Diketahui, hari ini sejumlah pelaku usaha property maupun Industri bersama Dinas PUPR menggelar pertemuan dengan pihak DPRD Samarinda di ruang paripurna Lt 1, dalam pertemuan itu sejumlah pelaku usaha ini meminta PK terhadap Perda No 2 tahun 2014, lantaran dinilai menghabat laju investasi yang telah berjalan.
“Dalam pertemuan yang digelar hari ini, lebih kepada komunikasi penyesuaian aturan yang ditetapkan oleh Kementrian ATR melalui Dinas PUPR, dengan para pelaku usaha yang merasa terhambat dalam sisi investasi,” imbuh Novan.
Menurut Novan, sekarang ini, para pengembang di Kota Samarinda, diwajibkan untuk menyiapkan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 20 persen dari luas areal yang ada.
“Jadi tidak bisa semua lahan, itu dibangun perumahan, harus ada space untuk RTH, inilah salah satu contoh bentuk aturan yang diterapkan kemenrtrian ATR melalui Dinas PUPR. Intinya dengan hadirnya perda yang sementara masih disusun tersebut, akan dilakukan penyesuaian kondisi asli wilayah samarinda nantinya. Mengingat hingga kini, kahadiran Perda 2014 dinilai menghambat pengusaha bahkan Pemkot Samarinda sendiri,” pungkasnya. (*)